Skip to content

Jangan Terlalu Indah….

March 6, 2015

Awal tahun 2015 diwarnai awan hitam yang menggelayut menaungi bumi.. awan hitam itu adalah harga minyak dunia. Angkanya menurun terus, menjauhi angka tiga digit. Hingga terhempas di bawah 50 USD per barrel. Terjadi keributan antar produsen2 minyak dunia tapi tak menolong perbaikan harga, bahkan justru memperkeruh suasana..

Syahdan… pelaku pelaku bisnis di industry ini mulai merasakan getirnya efek dari harga minyak ini. Manajemen perusahaan-perusahaan minyak serempak menyatakan efisiensi, proyek-proyek di tunda…. Ini hantaman cukup keras bagi vendor-vendor, konsultan, dan kontraktor yang periuk nasi utamanya adalah project dari oil company.  Korban paling awal adalah pekerja, PHK mulai terjadi dimana-mana, atau kontrak-kontrak kerja yang tak diperpanjang, bahkan beberapa perusahaan sudah tak kuat bertahan di awal krisis, langsung tersungkur KO. Dan adalah suatu keadaan suram bagi pekerja yang tak diteruskan kontrak kerjanya pada masa ini, karena papan lowongan kerja dimana-mana bersih putih mulus. Awan hitam itu terus membesar dan makin membesar… mengancam para pekerja dan perusahaan yang bergerak di bidang oil & gas.

 

Keresahan melanda, sebab utama adalah masalah kelangsungan dan kepastian hidup, beberapa sempat panik, salah satu cirinya adalah topik pembicaraan tak bisa lepas dari kondisi ini. Tak peduli dengan politik dalam tanah air  yang sudah dimaklumi oleh rakyatnya sendiri yang baik hati, tak peduli dengan nasib klub sepakbola jagoannya, tak peduli… yang dipedulikan adalah kelangsungan hidup. Perut bung!

Tapi kemudian pertanyaannya adalah apakah memang betul betul masalah perut dalam arti sebenarnya? Saat itu belum saya temukan jawabannya, karena pada saat itu pula saya larut dalam gelombang kegelisahan massal… bekerja dalam ketidakpastian. Kesuraman harapan. Dan kegelapan yang makin pekat.. karena sang awan hitam itu bukannya hilang punah, tapi makin hari makin menggelapkan ruang hidup.

 

Saat itu saya teriris-iris… sambil berjalan pulang dari tempat kerja, dan saya mulai memperhatikan detail-detail yg biasanya saya acuhkan. Detail yang penuh warna kemilau itu akan sirna, tak lama lagi. Seiring dengan berakhirnya kontrak kerja. Detail-detail itu harus  saya nikmati sebanyak mungkin hingga akhirnya tak bisa dinikmati lagi dalam keseharian seperti saat itu, karena saya harus pulang. Ya kembali ke tanah air, dengan kepastian yang menunjukan angka kecenderungan yang kurang mengenakan hati. Karena toh kondisi di tanah air sama lesu-nya.

Irisan terasa lebih tajam mengingat angka-angka ajaib yg sampai saat ini saya masih tak percaya. Angka-angka ajaib itu akan ikut hilang… memang tidak menjadi nol. Tapi tidak se-ajaib ini, yang artinya biasa-biasa saja. Kalau sudah disebut ‘biasa-biasa saja’, itu artinya hidup kembali biasa-biasa. Kalau begitu, saat itu hidupnya ajaib? Ya.. seperti yang saya katakan tadi, sampai saat ini masih saya belum percayai. Tapi itulah takdir, penuh dengan keajaiban.

Sampai tiba di rumah, bukan teiris lagi rasanya hati ini, tapi mungkin bisa dikatakan meledak hancur. Melihat istri tercinta menyambut dengan suka cita tanpa mengetahui kegalauan yg besar yang berada dalam pikiran ini. Saya masih mencoba menyembunyikannya. Tak tega rasanya melibatkan dan mengajaknya untuk ikut dalam kegalauan nyata saat itu…

 

Berdoa dipanjatkan lebih intens, meminta agar keadaan menjadi normal seperti sedia kala, meminta  agar …. Meminta agar… Saya mencari lagi terminologi yang tepat utk kondisi saat itu, dan saya mendapatkan, yaitu : meminta utk tak kehilangan ini semua. Jleb.

Saya terperanjat dengan permintaan yg satu ini. Adalah wajar dan hak saya untuk meminta itu, tapi merenungi kata ‘tak kehilangan’ cukup membuat bathin saya berontak. Itu tak benar.. itu melawan hati nurani. Melawan yang telah diajarkan dan dipahami.

Saya rasa, saya rasa.. saya  tak perlu menjelaskan dalil-dalil tentang kenisbian dari kehidupan dunia ini, tapi saya yakin tuan-tuan pembaca yang budiman sudah faham betul apa yang akan menjadi kemenangan dan tujuan yang abadi, dan apa yang menjadi kemenangan untuk sementara saja… Maka tak perlu saya tuliskan lagi..

 

Saya menjadi teringat, di suatu hari dulu.. jauh sebelum keriuhan dari banyak hati yang gelisah ini, dalam canda ringan saya melemparkan joke,”wah.. kalau ada orang dapat rate 300 USD / hour, itu orang sudah tak mau mati… juga dengan keluarganya tak mau kehilangan dia.. hehe ”.

Teman-teman didekat saya itu tertawa dan mengiyakan joke saya itu.. Bayangkan Tuan, pendapatan 150 USD atau sekitar 2 juta rupiah hanya untuk kerja satu jam saja! Dua jam… 4 juta rupiah.. Tiga jam.. 6 juta rupiah…. 8 jam : 16 juta rupiah, untuk sehari kerja saja! Istilahnya, sehari kerja kira-kira pulang bisa mampir ke toko sepeda motor dan pulang bawa sebuah motor baru. Bandingkan dengan saudara kita yang berpayah-payah mencicil satu buah motor saja dalam waktu tiga tahun, dan bahkan ribuan tak bisa selamat sampai tamat bin lunas yang berujung sepeda motornya dijabel pihak leasing. Hiks.. dijabel motor itu pahit Tuan, pernah saya alami itu..

Dan untuk dicatat, yang bergaji seperti diatas nyata ada, meski bukan saya.. hiks.. hehe

Dan kembali pada saya… saya menjadi sedih, betapa ketakutan akan hanya kehilangan sesuatu yang tak seberapa. Sesuatu yang penuh kesementaraan itu. Tapi kemudian berseliweran pertanyaan-pertanyaan bathin di dalam yang harus dijawab didalam pula. Awalnya semuanya terasa gelap, suram, kisruh.. Tarik-menarik antara keinginan, harapan, kenyataan, kebenaran,… nilai-nilai kehakikian… nilai-nilai motivasi.. nilai-nilai hidup dan kehidupan…

Lama-lama toh kemudian harus diambil kesimpulan juga, tak bisa terus menerus seperti itu. Membaca dan membaca… merenung dan merenung..dan sampailah pada jawaban dua kata simple yg sering disebut dan membuat sejenak goncang bathin ini, jawabannya adalah “CINTA DUNIA”. Nah itu jawabannya.

Saya bahagia… menemukan jawaban itu, kemudian paham akan kejadian-kejadian dari beberapa tokoh yang justru ‘tidak senang’ ketika meraih puncak kejayaan.

 

Saya tak perlu mendengarkan kritik tuan, siapapun. Karena memang saya tak mencari pembenaran atau penerimaan dari siapapun. Yang terpenting saya memahami ini dan juga keluarga saya memahami ini, cukup.

Tapi, dari jawaban itu kemudian saya cukup sedikit bingung, waktu kecil kita dididik dan diajarkan untuk berusaha sekuat tenaga meraih kesuksesan. Untuk apa? Untuk menjadi orang terpandang dan membanggakan! Hehe.. itu jawaban masa kecil, setelah dewasa jawabannya kemudian akan berubah, Pertama tentu saja untuk menunaikan kewajiban utama untuk menghidupi keluarga. Dan kedua.. untuk mendapat kehidupan yang layak.. yang beradab bagi diri pribadi dan keluarga. Tapi kemudian, ketika kesuksesan itu diraih kita pun diharuskan bersiap.. kapanpun, siang malam, pagi sore, waktu cerah atau hujan bahkan badai sekalipun.. untuk kehilangan.. baik sebagian atau keseluruhan, baik cepat atau lambat.

Jika alasan tuan bahwa yang tuan usahakan untuk keluarga…anak-anak. Boleh jadi saat itu juga saya dalam hati tertawa sambil mencibir, ayolah.. akui kita semua ingin hidup enak. Tentang keluarga, dari yang saya yakini, ternyata sudah jelas posisinya dan telah dituliskan secara definitif. Saya punya dalil ttg itu, tapi sudahlah, tak perlu berdebat. Letih berdebat itu, dan kadang tidak bermanfaat banyak hehe.. tapi, akui saja deh.. biar cepat selesai. 😀

 

Tuan, inti dari yang ingin saya sampaikan..  hati-hati dengan kenyamanan, ujiannya lebih mengerikan.

Saya tak perlu membeberkan dalil-dalilnya. Saya pernah pada kondisi kalau boleh dikata sangat tidak beradab, dan itu bukan karena keinginan tapi memang kenyataan, alias nasib, dan saya berani adu lah ttg ‘ketidak-beradab’annya.. sangat pahit, dan mungkin saat itu rela utk kembali pulang. Dilain pihak, juga pernah merasakan hidup enak, yang dengan angkuhnya merasa itu adalah hasil jerih payah saya semata. Dan sejatinya itu tidak benar sama sekali… dan Tuan,  di titik itu.. enggaaaan rasanya untuk kembali.

 

Begini tuan… simak sebentar percakapan di bawah menanggapi pernyataan saya di atas:

 

Apakah berbeda? Tentu berbeda…

enak yang mana? Tentu enak yang berkecukupan.

Apa hal utama yang membedakan?? Kenyamanan.

Lalu apa yang paling penting dalam arti kata ‘kenyamanan’ ? rendahnya tingkat keterbatasan.

(Ah Bahasa yang sulit, .. Bahasa sederhananya punya keleluasaan dalam memiliki dan mewujudkan keinginan.

Tapi tetap Bahasa yang sulit juga, Lebih sederhananya lagi kaya-raya, sukses jaya, sehat sentauuuusa. Itu tuan.. hehe.. )

Senang jadi kaya raya dan sukses jaya? Senang…

Hidup ini indah? Indah…

Relakah jika itu hilang sekarang? …euhhh…. anu… yaa.. euu……….. *duh

 

Nah, Ketika di titik itu.. saya sebut titik kejayaan hidup dimana keleluasaan dalam memiliki dan mewujudkan hasrat hasrat jiwa, apapun, dengan mudah diwujudkan.. dititik itu pula pada umumnya, dari suku bangsa apapun, perempuan atau laki-laki.. sangat enggan untuk terlempar kembali ke bawah. Mana ada  yang mau??

Saya pribadi cukup bahagia dari penemuan yg menyejukan bathin ini. Tentu utamanya dari petunjuk hidup yang saya yakini. Sedikit banyak saya mempunyai cara pandang yang berubah terhadap kebendaan. Tuan, Itu terlalu murah untuk dijadikan prioritas utama dan sebagai skala ketercapaian.

Lalu bagaimana jika ‘terlempar ke bawah’? saya pikir, Insya Allah untuk makan dan tidur dan hidup beradab bisa diusahakan, Allah Maha Pemurah. Nah, kalaupun harus betul betul hilang semuanya.. ya mau apalagi, hidup harus diperjuangkan, dan harus bersiap dengan ujian demi ujian. Ringan atau berat.. ya harus dihadapi. Kalem.. Allah Maha Pengasih. Yakini itu.

Nah, balik lagi.. Lalu apa yang akan hilang jika awan hitam tadi mengeluarkan semburan petirnya alias harus kehilangan pekerjaan ini?? Menurut saya yang hilang adalah kelebihan-kelebihan tertentu yang jika tidak ada, saya rasa tidak akan membuat kita sakit sampai harus dirawat berhari-hari dirumah sakit, atau mules perut berbulan-bulan 😀 – tidak akan seperti itu.

Ya … kelebihan-kelebihan tertentu itu misalnya seperti travelling, vehicles, properti, hobi, kuliner, pergaulan, media social dan lain-lain. Kata sederhananya “life style”, itu saja. Betul tidak? eh, bagaimana dengan Kesehatan? ada BPJS toh.. hehe. pendidikan anak? hmm.. panjang ceritanya, tapi saya pribadi yang terpenting itu anak harus normal dulu, sehingga keinginannya pun normal-normal saja, bayangkan jika anak punya keinginan luar bisa, misalnya ingin jadi HULK?? repot.., Normal, itu saja cukup buat bekal hidupnya. seorang anak malu tidak pergi shalat jumat adalah kenormalan sejati, sebelum paham arti sebenarnya. lah bapa nya juga dulu sekolah belang betong dan kuliah di gunung haha.. panjang lah kalau cerita ttg ini. lain waktu saja ya.? Iya. – Ok, terimakasih.

Tuan, terakhir sedikit kata-kata iseng dari saya, hidup itu jangan terlalu sangat-sangat enak dan indah lah.. bisa-bisa jadinya tak mau meninggalkan hidup ini dan selalu rindu untuk tetap hidup. Gawat itu.

 

Salam.

 

 

From → Ide, Ngaos

Leave a Comment

Leave a comment